Read more
Memang benar, iman kepada adanya Pencipta Yang Maha Pengatur merupakan hal yang fitri pada setiap manusia. Hanya saja, iman yang fitri ini muncul dari perasaan yang berasal dari hati nurani belaka. Cara seperti ini bila dibiarkan begitu saja, tanpa dikaitkan dengan akal, sangatlah riskan akibatnya serta tidak dapat dipertahankan lama. Dalam kenyataannya, perasaan tersebut sering menambah-nambah apa yang diimani, dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Bahkan ada yang mengkhayalkannya dengan sifat-sifat tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimaninya. Tanpa sadar, cara tersebut justru menjerumuskannya ke arah kekufuran dan kesesatan. Penyembahan berhala, khurafat (cerita bohong) dan ajaran kebathinan, tidak lain merupakan akibat kesalahan perasaan hati ini. Islam tidak membiarkan perasaan hati sebagai satu-satunya jalan menuju iman. Hal ini dimaksudkan agar seseorang tidak menambah sifatsifat Allah SWT dengan sifat yang bertentangan dengan sifat-sifat ketuhanan; atau memberinya kesempatan mengkhayalkan penjelmaan-Nya dalam bentuk materi; atau beranggapan bahwa untuk mendekatkan diri kepadaNya dapat ditempuh melalui penyembahan benda-benda, sehingga menjurus ke arah kekufuran, syirik, khurafat,dan imajinasi keliru yang senantiasa ditolak oleh iman yang lurus. Karena itu, Islam menegaskan agar senantiasa menggunakan akal disamping adanya perasaan hati. Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menggunakan akal dalam beriman kepada Allah SWT, serta melarang bertaqliddalam masalah akidah. Untuk itulah, Islam telah menjadikan akal sebagai timbangan dalam beriman kepada Allah, sebagaimana yang firman Allah SWT:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orangorang yang berakal” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 190).
Dengan demikian setiap Muslim wajib menjadikan imannya betul-betul muncul dari proses berfikir, selalu meneliti dan memperhatikan serta senantiasa bertahkim (merujuk) kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada (adanya) Allah SWT. Ajakan untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunatullah serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah disebut ratusan kali oleh AlQuran dalam berbagai surat yang berbeda. Semuanya ditujukan kepada potensi akal manusia untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya betul-betul muncul dari akal dan bukti yang nyata. Disamping untuk memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek moyangnya, tanpa meneliti dan menguji kembali sejauh mana kebenarannya. Inilah iman yang diserukan oleh Islam. Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan orang sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman yang berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, yang senantiasa mengamati (alam sekitarnya), berpikir dan berpikir. Melalui pengamatan dan perenungannya akan sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orangorang yang berakal” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 190).
Dengan demikian setiap Muslim wajib menjadikan imannya betul-betul muncul dari proses berfikir, selalu meneliti dan memperhatikan serta senantiasa bertahkim (merujuk) kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada (adanya) Allah SWT. Ajakan untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunatullah serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah disebut ratusan kali oleh AlQuran dalam berbagai surat yang berbeda. Semuanya ditujukan kepada potensi akal manusia untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya betul-betul muncul dari akal dan bukti yang nyata. Disamping untuk memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek moyangnya, tanpa meneliti dan menguji kembali sejauh mana kebenarannya. Inilah iman yang diserukan oleh Islam. Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan orang sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman yang berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, yang senantiasa mengamati (alam sekitarnya), berpikir dan berpikir. Melalui pengamatan dan perenungannya akan sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa.
0 أراء العملاء