beriman dengan akal

beriman dengan akal

المقاس
السعر :

Read more

Memang benar, iman kepada adanya Pencipta Yang  Maha Pengatur merupakan hal yang fitri pada setiap manusia.  Hanya saja, iman yang fitri ini muncul dari perasaan yang  berasal dari hati nurani belaka. Cara seperti ini bila dibiarkan  begitu saja, tanpa dikaitkan dengan akal, sangatlah riskan  akibatnya  serta  tidak  dapat  dipertahankan  lama.  Dalam  kenyataannya, perasaan tersebut sering menambah-nambah  apa yang diimani, dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya.  Bahkan  ada  yang  mengkhayalkannya  dengan  sifat-sifat  tertentu yang dianggap lumrah terhadap apa yang diimaninya.  Tanpa sadar, cara tersebut justru menjerumuskannya ke arah  kekufuran  dan  kesesatan.  Penyembahan  berhala, khurafat (cerita bohong) dan ajaran kebathinan, tidak lain merupakan  akibat kesalahan perasaan hati ini. Islam tidak membiarkan  perasaan hati sebagai satu-satunya jalan menuju iman. Hal  ini dimaksudkan agar seseorang tidak menambah sifatsifat  Allah  SWT  dengan  sifat  yang  bertentangan  dengan  sifat-sifat ketuhanan; atau memberinya kesempatan mengkhayalkan  penjelmaan-Nya  dalam  bentuk  materi;  atau beranggapan bahwa untuk mendekatkan diri kepadaNya  dapat  ditempuh  melalui  penyembahan  benda-benda,  sehingga menjurus ke arah kekufuran, syirik, khurafat,dan  imajinasi keliru yang senantiasa ditolak oleh iman yang lurus.  Karena itu, Islam menegaskan agar senantiasa menggunakan  akal  disamping  adanya  perasaan  hati.  Islam  mewajibkan  setiap  umatnya  untuk  menggunakan  akal  dalam  beriman  kepada Allah SWT, serta melarang bertaqliddalam masalah  akidah. Untuk itulah, Islam telah menjadikan akal sebagai  timbangan dalam beriman kepada Allah, sebagaimana yang  firman Allah SWT:

“Sesungguhnya  dalam  penciptaan  langit  dan  bumi,  dan  silih  bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orangorang yang berakal” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 190).

Dengan  demikian  setiap  Muslim  wajib  menjadikan  imannya  betul-betul  muncul  dari  proses  berfikir,  selalu  meneliti  dan  memperhatikan  serta  senantiasa bertahkim (merujuk)  kepada  akalnya  secara  mutlak  dalam  beriman  kepada (adanya) Allah SWT. Ajakan untuk memperhatikan  alam  semesta  dengan  seksama,  dalam  rangka  mencari  sunatullah serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman  terhadap Penciptanya, telah disebut ratusan  kali  oleh AlQuran  dalam  berbagai  surat  yang  berbeda.  Semuanya  ditujukan kepada potensi akal manusia untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya betul-betul muncul dari akal  dan bukti yang nyata. Disamping untuk memperingatkannya  agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh nenek  moyangnya,  tanpa  meneliti  dan  menguji  kembali  sejauh  mana kebenarannya. Inilah iman yang diserukan oleh Islam.  Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan orang  sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman yang  berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan,  yang senantiasa mengamati (alam sekitarnya), berpikir dan  berpikir.  Melalui  pengamatan  dan  perenungannya  akan  sampai kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha  Kuasa.

0 أراء العملاء

إتصل بنا

Name

Email *

Message *